Makalah Tentang : Islam dan perbankan syariah mahasiswa IAIM Bima
Perbankan syariah
Tentang : Islam
dan perbankan syariah
Di susun oleh :
Ahyadin
Semester IV (Empat)
“Makalah ini
diajukan kepada dosen pengampu
Sebagai salah
satu syarat memperoleh nilai tugas
mata kuliah fiqih mawaris”
Dosen pengampu
Sri wahyunti, M.E
FAKULTAS
SYARI’AH
PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) MUHAMMADIYAH
BIMA TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap
alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik
serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan baik untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian
tugas Perbankan Syariah pada Program Studi akhwal al-syakhsiyah. Ucapan terima
kasih kami haturkan kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami dalam
penulisan makalah ini dengan baik.
Makalah
ini kami susun untuk menambah wawasan serta pengetahuan para pembaca tentang “Islam
dan Perbankan Syari’ah”. Kami mengharapkan agar makalah ini dapat membantu
dalam hal peningkatan kompetensi yang baik bagi para pembaca pada umumnya.
Dalam penulisan
makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi susunan
serta cara penulisan makalah ini, karenanya saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan.
Semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan juga bermanfaat bagi
penulis khususnya.
Bima, 21 Februari
2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Munculnya
berbagai lembaga keuangan dengan basis syariah seperti bank syariah, pegadaian
syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, mutilevel marketing syariah, dan
lain-lain di indonesia., menperlihatkan adanya keinginan yang kuat dari kaum muslim
untuk hidup sesuai dengan syariah. Memandang hal demikian, Direktoran jenderal Bank
sebagai salah satu institusi keuangan, sudah waktunya di perkenalkan,
sebagaimana “Bank menurut syariah”.
Islam sebagai
ad-din memiliki seperangkat aturan atau syariah, yang mengatur tatacara
hubungan antara manusia dengan al-khaliq (ibadah), dan hubungan antar sesama
manusia (mu’amalah) dalam seluruh aspek, baik aspek ekonomi, politik, sosial
budaya, pertahanan dan keamanan negara, teknologi, dan lain-lain.
Dalam bidang
ekonomi (majal iqtishadi), Al-Qur’an dan hadist mengatur bagaimana tatacara
individu dan negara memperoleh pendapatan (mawarid), sehingga terpenuhi
berbagai kebutuhan seluruh umat manusia (kolektif), baik kebutuhan pribadi
maupun kebutuhan negara (daulah). Terpenuhi nya berbagai kebutuhan itu sangat
di perlukan untuk mengabdi secara sempurna kepada Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian islam
Islam sebagia
sistem kehidupan mengatur hubungan manusia dengan Allah. Dan hubungan manusia
dengan makhluk dalam seluruh Aspek; ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan
dan keamanaan negara. Dalam hal, islam memiliki sistem ekonomi sendiri yang
disebut sistem ekonomi islam (SEI), yang sangat berbeda dengan sistem ekonomi
ciptaan manusia, yaitu sistem ekonomi kapitalisme(SEK) dan sistem ekonomi
sosial (SES).[1]
Islam adalah
agama yang diturunkan Allah kepada Nabi muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul
terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir Zaman.
Islam beasal
dari bahasa arab al-islama yakni berserah diri kepada tuhan, adalah yang
mengimani satu tuhan, yakni Allah SWT.
Pengertian
islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata islam
terbentuk dari tiga huruf, yaitu S
(sin), L (lam), M (mim). Yang bermakna dasar “selamat” (salama).
Pengertian
islam menurut bahasa, kata islam berasal dari kata aslama yang berakar dari
kata salama. Kata islam merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari kata salama
ini. Pengertian islam menurut al-qur’an adalah sebagai berikut:
1.
Islam berasal dari kata ‘salm’ yang berarti damai atau kedamaian.
(Q.s 8: 61)
2.
Islam berasal dari kata ‘aslama’ yang berarti berserah diri atau
pasrah (Q.s 4: 125)
3.
Islam berasal dari kata istaslama-mustaslimun : penyerahan total
kepada Allah (Q.s 37 : 26, Q.s 2: 208)
4.
Islam berasal dari kata ‘saliim’ yang berarti bersih dan suci (Q.s
26 : 89, Q.s 26 : 89)
5.
Islam berasal dari ‘salam’ yang berarti selamat dan sejahtera. (Q.s
19 : 47).[2]
B.
Pengertian perbankan syariah
Keinginan kaum
muslim untuk menegakkan syariat islam di indonesia, khususnya di bidang
ekonomi, di wujudkan dengan munculnya Bank syariah, Asuransi syariah, pegadaian
syariah, dan MLM syariah, serta “pajak menurut syariah” (insya Allah). Sebelum
membahas lebih dalam tentang pajak menurut syariah, perlu di bahas terlebih
dahulu secara ringkas, apa makna kata syariat.
Secara
etimologi, syariat berasal dari syara’a – yasra’u – syar’an, yang artinya
membuat peraturan, menerangkan, menjelaskan, merencanakan, atau menggariskan.[3]
Kata syra’a
adalah bentuk kata kerja (fi’il), sedangkan bentuk kata bendanya (isim) adalah
syariah yang berarti hukum, peraturan, atau undang-undang. Segala sesuatu di
katakan disebut syar’i(....) karena sesuatu itu
telah sesuai dengan peraturan, sah atau lega.
Kata dengan
kata dasar syara’a banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an, misalnya,,,,,,
Artinya,
kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu) (QS. Al-jastiyah [45]: 18), atau ...... artinya, Dia telah
mensyariatkan bagi kamu tentang agama (QS.
Al-syura [42]: 13), atau umat diantara kamu, Kami beriakan aturan dan jalan yang terang (QS. Al-maidah [5]:
48).
Secara lughawi,
syariat dapat berarti jalan yang lurus. Orang yang menjalankan syariat berarti
ia berjalan diatas jalan yang benar (lurus). Sebaliknya, orang yang tidak
menjalankan syariat, berarti ia berjalan melalui jalan yang salah. Syariat bisa
juga berarti mata air. Orang yang tidak memegang syariat berarti ia jauh dari
mata air. Ia akan terancam kehausan dan kekeringan.[4]
Ø Definisi
syariat menurut tokoh:
Abdul karim
zaidan mendifinisikan bahwa, “syariat adalah hukum-hukum yang ditetapkan oleh
Allah, untuk hamba-Nya, baik melalui Al-Qur’an ataupun dengan sunnah Nabi.
Berupa perkataan, perbuatan, dan pengakuan.”
Yusuf Qardhawi
mendifinisikan bahwa, “syariat adalah apa saja ketentuan Allah yang dapat di
buktikan melalui dalil-dalil Al-Qur’an mauoun sunnah atau juga melalui
dalil-dalil ikutan lainnya seperti ijma’, Qiyas, dan lain sebaginya.
Dari kedua
pendapat ini dapat di simpulkan bahwa syariat adalah hukum/peraturan yang
datang dari Allah, baik melalui Al-Qur’an, sunnah Nabi-Nya, maupun ikutan dari
keduanya berupa ijma dan Qiyas. Jika aturan itu bukan datang dari Allah, ia
tidaklah di sebut syariat.[5]
Secara umum,
bank adalah lembaga keuangan yang melaksanakan tiga fungsi, yaitu menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam
sejarah perekonomian umat islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang
sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat islam sejak zaman
rasulullah. Praktik-pratik seperti menitipkan harta, meminjamkan harta untuk
keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang,
telah lazim dilakukan sejak zaman rasulullah saw. Dengan demikian.
Fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit, menyalurkan dana,
dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan umat islam, bahkan sejak zaman Rasulullah.
Bank adalah
sebuahlembaga intermediasikeuangan umumnya didiriksn dengsn kewenangan untuk
menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang
dikenal sebagai banknote.(Wikipedia).
Bank Syariah
menurut Ensiklopedia bebas adalah (al-Mashrafiyah al-Islamiyah) Yaitu suatu
sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah).
Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk
meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba),
serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang
(haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal
tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan
produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak
Islami, dan lain-lain.
Secara umum
pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang
diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu
sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba
Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di
Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah
resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah”. Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.
10 Tahun 1998 (selanjutnya untuk kepentingan tulisan ini disingkat UUPI),
membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir
13 Pasal 1 UUPI memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah),
prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
C.
Fungsi bank syariah.
Fungsi Bank
Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni
sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat
yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya
terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang
dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan
bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa
jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil
(loss and profit sharing).[6]
D. Ruang lingkup syariat
Dr. Syafi’i
Antonio berpendapat bahwa syariat adalah bagian dari islam, di mana islam itu
terbagi atas tiga hal pokok, yaitu; Aqidah, Syariat, dan Akhlak. Prof. Dr.
Mahmud syaltut berpendapat bahwa syariat juga bagian dari islam hanya terdiri
dari dua bagian besar saja, yaitu Aqidah dan Syariat. Sedangkan Dr. Daud Rasyid
berpendapat bahwa syariat adalah islam itu sendiri, dimana syariat (islam)
terdiri dari aqidah dan ‘amaliyah. Dari ketiga pendapat di atas, yang paling
mudah dan banyak (umum) di pahami menurut penulis adalah pendapat pertama,
yaitu islam terdiri atas Aqidah, Syariat, dan Akhlak. Selanjutnya, syariat itu
sendiri terbagi pula atas dua bagian, yaitu hukum ‘ibadah Mahdhan dan
mu’amalah.[7]
E. Karektiristik syariat
Syariat memiliki beberapa karektiristik (ciri khas), yang tidak di
miliki oleh aturan lain, yaitu:
1.
Sumbernya adalah Allah.(Al-Qur’an) dan hadis Nabi Muhammad. Aturan
yang bukan bersumber dari Allah dan Rasulnya tidak di sebut syariat.
2.
Sanksinya bersifat duniawi dan ukhrawi, sesuai dengan rukun Iman ke
lima yaitu meyakini pasti adanya hari perhitungan (Yaumul Hisab).
3.
Universal, yaitu berlaku untuk semua orang, tidak hanya berlaku
untuk umat islam saja atau ornag arab saja, namun dpat di terapkan di semua
tempat, baik di arab, Amerika, Asia, dan lain-lqin, dan di seluruh wa ktu,
baikdi masa Rasulullah maupun zaman sekarng, sampai hari kiamat. Allah
menurunkan Al-Qur’an adalah untuk seluruh makhluk, dan memerintahkan kaum
muslim untuk adil terhadap seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah:
Artinya:
Maha suci Allah yang
telah menurunkan Al-furqan (Al-qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi
pemberi peringatan kepada seluruh alam.(QS. Al-Furqan [25]: 1)
4.
Komprehensif, mengatur semua aspek kehidupan,mulai dari hubungan
manusia dengan Allah, (ibadah) hingga hubungan manusia dengan sesama manusia
dan makhluk lainnya (mu’amalah). Ia meliputi aspek politik, sosial budaya,
pertahankan keamanan, dan sebagainya. Ilmu dan teknologi, ekonomi, dan
sebagainya. Hal ini sejalan dengan perintah Allah dalam QS. Al-baqarah [2]:
208, agar orang- orang mukmin menjalankan islam dalam keseluruhan aspek
(kafah).[8]
F. Sejarah dan
perkembangan perbankan Syariah
a.perbankan pada masa rasulullah Saw.
Rasulullah yang
dikenal dengan julukan Al-Amin, dipercaya oleh masyarakat makkah menerima
simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke Madinah, ia
meminta Ali bin Abi Thalib r.a untuk mengembalikan semua titipan itu kepada
para pemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan
harta titipan.
Seorang sahabat
Rasulullah saw, Zubair bin Awwam r.a., memilih tidak menerima harta titipan
harta. Ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini
menimbulkan implikasi yang berbeda, yakni pertama, dengan mengambil uang itu
sebagai pinjaman, ia mempunyai hak untuk memanfaatkan, kedua, karena bentuknya
pinjaman, ia berkewajiban untuk mengembalikannya secara utuh. Dalam riwayat
yang lain disebutkan, ibnu Abbas r.a. juga pernah melakukan pengiriman uang ke
Kuffah dan Abdullah bin Zubair melakukan pengiriman uang dari makkah ke adiknya
Mis'ab bin Zubair r.a. yang tinggal di Irak.
Pengunaan cek
juga di kenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam
dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan pada
masa pemerintahannya, Khalifah Umar bin al- Khatab r.a. menggunakan cek untuk
membayar kepada mereka yang berhak. Dengan menggunakan cek ini, mereka
mengambil gandum di baitul mal yang ketika itu diimpor dari Mesir.
Disamping itu, pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti
mudharabah, muzara'ah, musaqoh, telah dikenal sejak awal di antara kaum
muhajirin dan kaum anshor.
Dan Rasulullah
saw pun mejalankan praktisi itu sebelumnya, yaitu ketika ia bertindak sebagai
mudharib (pengelola investasi) untuk Khadijah. Dan Khalifah Umar bin Khatab
menginvestasikan uang anak yatim kepada para saudagar yang berdagang di jalur
perdagangan antara Madinah dan Irak. Kemitraan bisnis berdasarkan system bagi
hasil sederhana semacam ini terus dipraktekan selama berabad-abad tanpa perlu
perubahan bentuk sama sekali. Dengan demikian, jelas bahwa terdapat
individu-individu yang telah melaksakan fungsi perbankan di zaman Rasulullah
saw, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan.
Ada sahabat yang melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang
melaksanakan fungsi pinjam meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi
pinjam-meminjam, ada yang melaksankan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang
memberikan modal kerja.[9]
b. perkembangan perbankan di
luar indonesia
Di dalam
menguraiakan tentang sejarah perkembangan bank syariah di bawah ini akan
diperhatiakan dari perkembangan teoritis, kelembagaan dan hukum positif mengenai perbankan syarah. Namun
mengingat perbankan syariah bukan merupakan fenomena kas indonesia serta
perkembangannya tidak mungkin terjadi tampa pengaruh dunia luar, maka akan di
uraiakan terlebih dahulu mengenai perkembangan perbankan syariah secara umum di
luar indonesia dan secara internasional.
Berdasarkan
sumber dari bank indonesia, pengembangan perbankan syariah secara internasional
di mulai pada tahun 1890, yaitu kekeberadaan the badarclays bank yang membuka
cabang di kairo mesir dan pertama kali mendapat kritik tentang bunga bank. Pada
tahun 1900-1930 mulai tersebar adanya pemahamam bahwa bunga bank adalah riba.
Pada tahun 1930-1950, pertama kalinya ekonomi islam memberikan alternatif
aktivitas partnership yang sesuai dengan syariah.[10]
Konsep teoritis
mengenai bank syariah muncul pertama kali pada tahun 1940-an, dengan gagasan
mengenai perbankan syariah yang di
tandai dengan banyaknya pemikiran-pemikiran muslim yang menulis tentang
keberadaan bank syariah, misalnya; Anwar Qureshi (1946), Naeim Siddiqi (1948),
dan Mahmud Ahmad (1952). Uraiakan yang lebih terperinci mengenai gagasan pendahuluan
mengenai perbankan islam ditulis oleh ulama besar pakistan, yakni Abul A’la
AL-mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962). Dalam perkembangan
sejarah pada awal abad ke-2- merupakan masa kebangkitan dunia islam dari
“ketertidurannya” di tengah pergolakan dunia. Kondissi ini membawa kepada
kesadaran baru untuk menerap prinsip dan nilai-nilai syariah dalam kehidupan
nyata. Salah satu upayanya adalah dalam penerapan lembaga keuangan syariah yang
didasarkan atas prinsip islam. Perintisan penerapan prinsip profit and lost
sharing, sebagai inti bisnis lembaga keuangan syariah, tercatat telah ada sejak
tahun 1940-an, yaitu upaya mengelola dana jemaah haji secara nonkonvesional
dipakistan dan malayasia. Dalanjutkan pada tahun 1950, ekonomi islam mulai
menawarkan teori perbankan dan keuangan pengganti sistem bunga berdasarkan
konsep two-tier mudharabah.[11]
Secara
kelembagaan yang merupakan bank islam pertama adalah Islamic ruyal bank yang
didirikan di daerah myt gham oleh Dr. Ahmed El najar yang permodalannya dibantu
oleh raja faisal pada tahun 1963 hingga 1967 di kairo, mesir, walau pada
akhirnya operasionalnya di ambil alih oleh National bank of egypt dan central
bank of egypt. Myt ghamr bank di anggap berhasil memadukan manajemen perbankan
jerman dengna prinsip muamalah islam dengan menterjemahkannya dalam
produk-produk bank yang sesuai untuk daerah pedesaan yang sebagian besar
oreintasinya adalah industri pertanian. Namun karena persoalan politik, pada
tahun 1971 di mesir berhasil didirikan kembali bank islam dengan nama besar
nasser social bank, hanya tujuannya lebih bersifat social daripada komersil.
Untuk pertama
kalinya, pembentukan bank syari’ah didirikan di mesir pada tahun 1963 dengan
nama Bank Syari’ah Myt-Ghamr, yang permodalannya dibantu oleh Raja Faisal dari
Arab Saudi. Pendirian Bank Syari’ah Myt-Ghamr dipelopori oleh Ikhwanul Muslim,
tetapi tidak berlangsung lama karena segera dibubarkan oleh Gamal Abdul Nashr.
namun demikian, eksperimen pendirian Bank Bank Syari’ah Myt-Ghamr (1963-1967)
ini telah mampu merangsang pemikiran tentang kemungkinan didirikannya lembaga
islam yang bergerak dibidang keuangan dan investasi dengan keuntungan yang
layak.[12]
Secara kolektif
gagasan berdirinya berdirinya bank syariah di tingkat internasional muncul
dalam koferensi negara-negara islam sedunia di kuala lumpur, malaysia, bulan
april 1969, yang diikuti oleh 19 negara-negara peserta. Konferensi tersebut
menghasilkan beberapa hal yaitu:
1.
Tiap keuntungan haruslah tunduk pada hukum untung dan rugi, jika
tidak ia termasuk riba dan riba sedikit atau banyak haram hukumnya.
2.
Diusulkan supaya dibentuk bank syariah yang bersih dari sistim riba
dalam waktu yang secepat mungkin.
3.
Sementara waktu menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang
menerapkan bunga dibolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan
darurat
Pada tahun
1970, mulai bermunculan bank dan lembaga keuangan syariah lainnya di beberapa
negara muslim serta aktivitas keilmuan dan institusi-institusi, srategi seperti konferensi ekonomi islam. Pada bulan
desember 1970, di karaci, pakistan, diawali dengan sidang menteri luar negeri
negara-negara organisasi konferensi islam (OKI) ketika mesir melalui
tahapan-tahapan tertentu dan persetujuan negara-negara OKI pada tahun 1975
berdirilah islamic development the bank (IDB) yang beranggotakan negara islam
22 negara islam pendiri. IDB berperan penting dalam mememnuhi kebutuhan
negara-negara islam untuk pembangunan dan secara aktif memberikan pinjaman
bebas bunga berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. IDB juga berperan
penting dalam memotivasi negara lain untuk mendirikan keuangan syariah pada
1970-an dan awal dekade 1980-an, lembaga keuangan syariah bermunculan di mesir,
sudan, negara-negara teluk-gulf states: negara-negara arab, pakistan, iran, malaysia,
dan turki.
Perbankan
syariah telah merambah dan di terima bukan saja di negara-negara muslim tetapi
juga di negara-negara non-muslim. Negara-negara yang sebagiannya penduduk non
muslim telah pula mengembangkan perbankan syariah. Kesempantan perkembangannya
pun ternyata cukup besar. Ketika diadakan islamic banking confenrese. Di
toronto, kanada, pada tanggal 25 mei
1995, dont balankarn, mantan ketua pesiar komite on banks and banking
mengemukakan: “there is a huge opportunity for islamic bangking and finance in
canada”.
Perbankan
syariah di indonesia memprentasiakan dengan berdirinya bank muamalat indonesia
yang mulai di beroperasi pada tangga 1
mei 1992. Pengoperasian bank tersebut berdasar pada undang-undang no. 7 pada
tahun 1992. Indonesia memasuki era dual bangking sistem dengan dimungkinkannya
suatu bank beroperasi dengan prinsip bagi hasil berdasarkan pasal 13 ayat (c)
undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang menyatakan bahwa salah
satu bank perkreditan rakyat (BPR) menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasrkan
prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam pasal 6
peraturan pemerintah no. 27 1992 tentang bank bedasarkan prinsip bagi hasil
(selanjutnya ditulis pp no. 72 1992). Dan dundangkan pada tanggal 30 oktober
1992 dalam lembaran negara RI no. 119 tahun 1992.[13]
G. Dasar
yuridis perbankan syariah di indanesia
Di dalam
mengoperasionalkan bank syariah, dasar hukum pertama adalah Al Quran dan Hadis.
Beberapa ayat di dalam Al Quran sebagai dasar operasional bank syariah, antara
lain
1.
Al Baqarah : 275, yang artinya: “orang-orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”
2.
Al Imran : 130, yang artinya: “Hai, orang yang beriman janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah
supaya kamu mendapat keberuntungan”.
3.
An Nisa’ : 29, yang artinya : “Hai, orang yang beriman janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bhatil”.
Selain beberapa
ayat Al Quran di atas maka berdasarkan hukum positif, landasan dalam
mengoperasionalkan bank syariah adalah undang-undang nomor 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah (sebelum lahinya undang-undang ini, landasan
operasional bank syariah adalah UU no 10 tahun1998 tentang perubahan atas UU no
7 tahun 1992 tentang perbankan dimana sebatas diakomodirnya prinsip syariah
dalam operasional bank, yakni dalam pasal 1 ayat (3) jo. Pasal 1 butir (13).
Peraturan
pemerintah nomor 72 tahun1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil,
didalamnya antara lain mengatur ketentuan tentantg proses pendirian bank umum
nirbunga. Berdasrkan pasal 28 dan 29 surat keputusan direksi bank indonesia
nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 mei 1999
tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil, mengatur tentang beberapa kegiatan
usaha yang dapat dilakukan banka syariah. Peraturan lainnya yang khusus
mengatur tentang akad dalam kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah adalah
peraturan bank indonesia nomor 7/46/PBI/2005 tentang akad perhimpunan dan
penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan uasaha berdasarkan prinsip
sayriah sebagaimana tekah diubah dengan peraturan bank indonesia nomor
9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan
dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
Dasar hukum
lainnya yang dpat digunakan dalam pembuatan ataupun peklaksanaan akad dengan
prinsip murabahah didasarkan pada pasal 1338 ayat 1 dan 3 buku III KUHperdata.
Peraturan lain
yang memberikan dasar bagi beroperasionalnnya perbankan syariah khussnya dalam
hal mempertahankan hak dari para pihak yang dalam ilmu hukum dikenal sebagai
hukum formalnya adalah undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang alternatif
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan undang-undang
nomor 30 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 7 tahun
1989 tentang peradilan agama yang digunakan dalam penyelesaian sengketa para
pihak melalui peradilan atau jalur literasi. Di dalam undang-undang
tersebut terdapat pengertian ekonomi syariah dan adanya kompetensi absolut pengadilan
agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.[14]
Dalam
perkembangan aktivitas keuangan modern bank islam (syariah) mengalami empat
tahapan, yaitu tahap percobaan secara lokal, tahap antar bangsa, tahap
penyebaran dan tahap masa kini, (Aries Muftie, 2003). Tahap percobaan dimulai
pada tahun 1940 di Malaysia, dan pada tahun 1950 di kawasan pedalaman pakistan.
Namun kedua percobaan ini mengalami
kegagalan, kemudian pada tahun 1963, Mit ghamr local safings bank di lebah
sungai nil, cukup berhasil. Namun karena situasi politik pada saat itu, mit
ghamr local safings bank di bubarkan (sudin Haroon, 1996:8). Tahap kedua atau tahap
antar bangsa mulai pada bulan Agustus 1974 pada saat draf persetujuan islamic development bank
disetujui oleh menteri-menteri keuangan
negara islam. Tahap ketiga atau tahap penyebaran di mulai pada tahun 1975
dengan didirikannya bank islam Dubai, lalu di susul dengan JAAME di juhanessburg,
afrika selatan pada tahun 1976, kemudian bank faesal pada tahun 1977. Tahap
keempat atau tahap masa kini di mulai dari revolusi iran pada tahun 1979, yang
kemudian berusahan untuk mengsyariahkan ekonominya secara keseluruhan. Pada
tahun 1983, kemudian di susul oleh pakistan dimana presiden zia ulhaq pada
tanggal 10 januari 1979 berjanji akan menghapuskan riba dari sistem
perekonomiannya dalam waktu 3 tahun (akhmad z.,1986: 8).
Sejak
pembayaran dan penerimaan bunga dalam islam di larang, maka lembaga-lembaga
keuangan islam (bank dan lembaga-lembaga keuangan non bank ) mendorong atau
mengaktifkan pendapatan melalui jasa pelayanan bagi hasil dengan partisipasi
modal, perdagangan komoditi, membangun dan mengelolah industri, dan bisnis
hasil pertanian, leasing dan transaksi-transaksi lainya yang mengakibatkan
resiko dan keuntungan tampa melanggar prinsip-prinsip islam (rodney wilson,
1990:33).
Sistem keuangan
yang penting adalah menghilangkan tingkat bunga. Persyaratan utama yang harus
di penuhi untuk mengganti sistem bunga ke sistem islami adalah mekanisme pengalokasian keuangan dalam
aktivitas ekonomi yang riil (akhmad z., 1986:8). Munculnya institusi yang bebas
bunga terutama di negara-negara muslim telah melahirkan dimensi baru model
ekonomi. Secara umum perbankan syariah merupakan lembaga intermediary keuangan
operasinya sesuai dengan ajaran islam. (sudin haroon, 1996: 88). Praktek ekonomi
bebas bunga telah di praktekan sejak islam lahir. Sistem tidak berpihak pada
paham kapitalis mapun komunisme, akan tetapi sistem ini (islam). Terbaik di
antara keduanya. Masyarakat mengumpulkan kekayaan itu tidak terpusat pada satu
tangan, tidak ada penimbunan dan tidak ada pengambilan keuntungan secara
berlebihan (Muhammad muslehudin, 2000:29).[15]
Bank tanpa
bunga akan menyediakan fasilitas
pembiayaan dan melaksanakan semua fungsi bank komersial. Adanya koperasi
perdagangan dan perusahaan akan dapat mengawasi kemajuan kerja dan dibawah
kontrol aparat bank, maka kemungkinan rugi dapat kurangi. Prinsip bagi hasil
akan mendorong infestor untuk menanam uang mereka di bank. Konsi dalam bank ini
akan menanggung untung dan rugi bersma ,yang berbeda dengan sistem perbankan
modern dimana kerugian hanya akan di tangggung oleh
peminjam,sedangkan pemberi pinjaman di bebaskan dari segala kerugian (sudin
haroon, 1996:88).
Bank tidak
membebankan melainkan mengajak untuk berpatisipasi dalam bidang usaha yang di
danai.para deposan sama- sama mendapatkan keuntungan dengan bank sesuai dengan
rasio yang telah di tetapkan sebelumnya. Dengan demikian, ada kemintraan antara
bank islam dan deposan di satu pihak dan para nasaba enfektasi di pihak lain
(mervynk. Lewis dan latifah m.al-goud, 2001:1). Dengan prinsip tidak ada
pembagian keuntungan tanpa keuntungan resiko dan prinsip ini sebagai alasan
pembenar dalam kerja sama ekonomi dan konstribusi ekonomi (fuad al-omar dan
muhammad abdul haq).[16]
Dalam
hubungannya dengan pengeluaran, islam memerintahkan kepada pengikutnya untuk
mendatangkan kekayaan, tapi tidak untuk pemborosan dan aktivitas yang berhungan
denagn kesengan semata. Dalam hubungannya dengan pelanggan bank islam (syariah)
diharapkan untuk menetapkan transaksi supaya mendapatkan manfaat antara
keduanya (bank dan nasaba) dan menegakkkan keadilan.
Keadialan
empat bentuk:
1.
keadilan dalam membuat keputusan-keputusan. “....keputusan apabila
kamu hendak menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan secara
adil....” (An-Nisa: 5).
2.
keadilan dalam perkataan, “....apabila kamu berkata mak hendaklah
kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabatmu....” (Al-An’am:152).
3.
keadilan dalam mencari keselamatan “....takutlah kamu kepada suatu
hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan
tidak di terima suatu tebusan dari padanya dan tidak memberi manfaat sesuatu
syafaat kepadanya dan tidak pula mereka akan di tolong” (Al-Baqarah:123).
4.
keadilan dalam pengertian tidak mempersekukan Allah (majid kadduri,
1999:10-11), “..... namun orang- orang yang kafir mepersekutukan (sesuatu)
dengan Tuhan mereka” (Al-An’am:1).[17]
Dalam rangka
merealisasikan nilai-nilai keadilan (m.amis rais,1989:16) maka perbankan islam
beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
semua transaksi tidak di dasarkan kepada praktek riba. Pembicaraan
tentang riba tidak dapat di lepaskan dari konsep tentang uang, khususnya riba
di kaitkan dengan lembaga keuangan. Berbedaan sistem ekonomi lahir dari
perbedaan pandangan tentang uang. Dlam teori ekonomi konfesional, uang di
pandang sebagai sesuatu yang berharga , tidak saja sebagai alat tukar tetapi
juga merupakan komoditi yang di perjaul belikan. Ekonomi konfesional menganut
prinsip money deman for speculation. Motif ini di dasarkan pada alasan adanya
tingkat bunga. Konsep bunga dalam ekonnomi konfesional lahir dari konsep time
value of money yang memandang uang dapat bertambah dan berkurang dalam jangka
waktu tertentu (naska akademik RUU perbankan syariah, 2002:53).
2.
Prinsip transaksi usaha di dasarkan kepada kemitraan (syirkah)
dengan berbagi keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing) dengan adanya
larangan riba dan aktivitas ekonomi para yuris islam bersepakat bahwa transaksi
yang perlu dijadikan dasar dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil
dan rugi (profit and loss sharing) (M.najattullah siddiqie,1997:2). Prinsip
profit and loss sharing (PLS) ini menjadikan para pihak menerima dan menanggung
resiko secara bersama-sama terhadap infetasi usaha yang di lakukan (naska
akademik RUU perbankan ,2002:53).
3.
Prinsip usaha dan perdagangan yang halal dan thayyib (baik) prinsip
halal ini wajib dijalankan oleh
perbankan syariah, baik berkaitan denagn jenis yang akan dijalankan,
seperti jual beli, sewa menyewa, dan atau pemberian jasa maupun yang berkaitan
dengan obyek transaksi pembiayaannya (naska akademik RUU perbankan syariah, 2002:53).
4.
Prinsip persesuain kehendak timbal balik.
Prinsip
ini merupakan landasan hukum yang menjamin agar dalam tansaksi perbankan
syariah tidak terjadi pemaksaan kehendak secara sepihak (naskah akademik RUU
perbankan syariah, 2002:53). Prinsip-prinsip ini meliputi:
a.
Asas ridhaiyyah (rela sama rela), yaitu bahwa transaksi ekonomi
dalam bentuk apapun yang di lakukan perbankan dengan pihak lain, terutama harus
di dasarkan atas prinsip rela sama rela, buka suka sama suka yang bersifat
hakiki.
b.
Asas manfaat, maksudnya akad yang di lakukan oleh bank berkenaan
dengan hal-hal (obyek) yang bermanfaat bagi kedua belapihak. Oleh karena itu,
islam mengharamkan akad yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
mudharat/mafsadat, seperti jual beli benda-benda yang di haramkan dan atau
benda-benda yang tidak bermanfaat apalagi yang membahyakan.
c.
Asas keadilan, yaitu kedua bela pihak yang melakukan transaksi
ekonomi (bank dan nasaba) harus berlaku
dan di perlakukan secara adila dalamkonteks kemitraan (Muhammad Amin suma,
2002:18-19).[18]
H. Tinjauan kelembagaan
perbankan syariah di indonesia
Perbankan
syariah di indonesia dari segi kelembagaan dimulai dengan didirikannya bank
muamalah indonesia pada tahun 1991 ,
kemudian menyusul bank syariah mandiri yang merupakan konversi dari bank susila
bakti. Kedua bank tersebut adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
syariah secara murni.Bank sebagai sebuah lembaga keuangan merupakan badan hukum
sehingga oleh hukum di anggap sebagai pendukung hak dan kewajiban atau sebagai subjek hukum.[19]
Mengenai
keberadaan lembaga pengawas yang ada di perbankan syariah secara lebih detail
tugas dan kewenangannya dapat di uraikan sebagai berikut :
a.
Dawan syariah nasional
Dewan syariah
merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin keislaman kauangan
syariah di seluruh dunia. Di indonesia, peran ini di jalankan oleh dewan
syariah nasional ( DSN ) yang dibentuk oleh majelis ulama indonesia (MUI) pada
tahun 1998 yang di kukuhkan oleh SK
dewamn pimpinan MUI Nomor kep-754/MUI/ II/ 1999 lanjut tanggal 10 februari
1999. berdasarkan surat keputusan dewan
pimpinan majelis ulama indonesia tentang susunan pengurus dewan syriah nasional
MUI No: kep- 98/MUI/III/2001 maka pengertian,
kedudukan, tugas dan wewenang DSN adalah:
Pengertian DSN
adalah dewan yang di bentuk oleh MUI yang bertugas menangani masalah-masalah
yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah.
Keanggotaan
DSN, ditunjukan dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. Setelah jangka
waktu tersebut, yang bersangkutan dapat dipertimbangkan untuk di angkat kembali
selama-lamanya dua periode. DSN beranggotakan para ulama, praktisi dan para
pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan muamalah syariah
serta memiliki ahlak karimah.
Adapun
fungsi dari dewan syariah nasional adalah:
a)
Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan
syariah;
b)
Meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk ang dikembangkan
lembaga keuangan syariah;
c)
Memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai DPS
pada suatu lembaga keuangan syariah;
d)
Memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika terjadi
penyimpangan dari garis panduan yang telah di tetapkan.[20]
b.
Dewan pengawas syariah
Dalam upaya memurnikan pelayanan institusi
keuangan syariahagar benar-benar sejalan dengan ketentuan syariah islam,
keberadaan dewan pengawas syariah (DPS) mutlak diperluka. Merujuk pada surat
keputusan dewan syariah nasional Nomor 3 tahun 2000, bahwa dewan pengawas
syariah adalah bagian dari lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, yang
penepatannya atas persetujuan dewan syariah nasional (DSN). Dewan pengawas
syariah (DPS) adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputuasan
DSN dilembaga keuangan syariah. DPS di angkat dan di berhentikn di lembaga
keuangan syariah melalui RUPS setelah mendapatkan rekomendasi dari DSN.[21]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bank adalah
lembaga atau institusi yang melakukan tiga tugas pokok yaitu menerima simpanan,
Meminjamkan uang dan melakukan jasa pengiriman uang.
Pada masa Rasulullah SAW ketiga bagian ini telah di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari walaupun ketiga fungsi perbankan tersebut tidak dilakukan oleh satu institusi perbankan seperti lazimnya sekarang. Ketiga fungsi perbankan tersebut di lakukan oleh para individu-individu. Meskipun individu-individu tersebut tidak mempraktekkan seluruh fungsi perbankan. Rasulullah SAW yang mendapat gelar Al-amin, di percaya oleh masyarakat Mekah untuk menerima simpanan harta mereka. Dalam konsep ini penerima titipan tidak berhak untuk memanfaatkan hartanya. Kemudian salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Zubair bin al-Awwam ra., memilih untuk menerima harta yang dititipkan kepadanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan yang mengakibatkan akibat yang berbeda ketika menerima harta tersebut sebagai titipan amanah. Sebab dengan menerima harta yang dititipkan kepadanya maka ia wajib untuk mengembalikannya serta yang paling penting harta tititpan itu dapat dimanfaatkan olehnya.
Pada masa Rasulullah SAW ketiga bagian ini telah di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari walaupun ketiga fungsi perbankan tersebut tidak dilakukan oleh satu institusi perbankan seperti lazimnya sekarang. Ketiga fungsi perbankan tersebut di lakukan oleh para individu-individu. Meskipun individu-individu tersebut tidak mempraktekkan seluruh fungsi perbankan. Rasulullah SAW yang mendapat gelar Al-amin, di percaya oleh masyarakat Mekah untuk menerima simpanan harta mereka. Dalam konsep ini penerima titipan tidak berhak untuk memanfaatkan hartanya. Kemudian salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Zubair bin al-Awwam ra., memilih untuk menerima harta yang dititipkan kepadanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan yang mengakibatkan akibat yang berbeda ketika menerima harta tersebut sebagai titipan amanah. Sebab dengan menerima harta yang dititipkan kepadanya maka ia wajib untuk mengembalikannya serta yang paling penting harta tititpan itu dapat dimanfaatkan olehnya.
DAFTAR PUSTAKA
fahmi, Gus.
2007. Pajak menurut syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Musjtari,
Dewi nurul. 2012. Penyelesaian
senketa dalam praktik perbankan syariah. Yogyakarta: Nuha medika.
Nuddin, Hirsa.
2008. Hukum perbankan syariah di indonesia (Pembiayaan bisnis dengan prinsip
kemitraaan). Yogyakarta: Genta press,
Ham, il. 2011. Praktik Perbankan di Zaman Nabi
dan Sahabat Kumpulan Makalah, http://fileperbankansyariah.blogspot.co.id/2011/03/praktik-perbankan-di-zaman-nabi-dan.html Diakses tanggal 21 februari 2018
pukul 12.30.
Risalah islam, Kamus islam. 2013. Pengertian Islam Menurut Bahasa,
Istilah, dan Al-Quran - Risalah Islam, http://www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-quran.html Diakses tanggal 21 februari 2018
pukul 12. 32.
Firdaus, Royna. 2016. sejarah dan perkembangan bank
syariah di dunia internasional, http://bacaanmykuliah.blogspot.co.id//07/sejarah-dan-perkembangan-bank-syariah.html. Diaksas tanggal 21 Februari 2018
pukul 12. 35.
[2] Kamus islam risalah islam, Pengertian Islam Menurut Bahasa, Istilah, dan
Al-Quran - Risalah Islam, http://www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-quran.html (Diakses
tanggal 21 februari 2018).
http://bacaanmykuliah.blogspot.co.id/2016/07/sejarah-dan-perkembangan-bank-syariah.html
(Diaksas tanggal 21 Februari 2018).
http://fileperbankansyariah.blogspot.co.id/2011/03/praktik-perbankan-di-zaman-nabi-dan.html (Diakses tanggal 21 februari 2018).
[10] Dewi nurul musjtari. Penyelesaian senketa
dalam praktik perbankan syariah (Yogyakarta: Nuha medika, 2012), Hlm. 9.
http://bacaanmykuliah.blogspot.co.id/2016/07/sejarah-dan-perkembangan-bank-syariah.html (Diaksas tanggal 21 Februari
2018).
[13] Ibid., hlm. 11-12.
[14] Ibid.,
Hlm 14-15.
[15] Hirsanuddin, hukum
perbankan syariah di indonesia (Pembiayaan bisnis dengan prinsip kemitraaan). Yogyakarta:
Genta press, 2008, Hlm. 65-66.
[19] Dewi nurul musjtari. Penyelesaian Senketa
Dalam Praktik Perbankan Syariah (Yogyakarta: Nuha medika, 2012), Hlm. 15.
[20] Ibid., Hlm. 17
[21] Ibid., Hlm. 20.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
MAKALAH Perbankan syariah Tentang : Islam dan perbankan syariah ...
-
RUMAH NGAJI RITE AMBALAWI PESERTA LAKI-LAKI DI MASJID AT-THAHIRIYAH DI MSJID DI PANTAI MANTAU 3 SERTEMBER 2017 LAL...